Friday, August 19, 2011

Beda Dokter, Beda Cara

First off, just need to tell the world (don't worry, world, you're not required to respond) that I've just passed the five-year grace period last October without any recurrent symptoms (well, not that I know of...).

Awal tahun ini (atau akhir tahun lalu ya?) saya akhirnya memutuskan berganti dokter dan RS. Bukan karena gak cocok lagi atau bosan dengan dokter selama bertahun-tahun menangani saya. Tapi simply karena faktor jarak aja. Dan juga krn merasa lumayan cocok dengan dokter yang di RS dekat rumah ini.

Kalau dulu dokter yg menangani saya adalah spesialis bedah, kali ini spesialis endokrin. Beda dokter, beda juga cara penanganannya. Dulu, saat pertama datang ke dokter bedah tsb utk minta second opinion on what to do with those messy thyroid glands, dia memulai jawaban dengan kalimat: "Karena saya dokter bedah, maka saya sarankan..." Heheheh ternyata ada benarnya komentar beliau tentang beda dokter endokrin dengan dokter bedah (yang punya jam terbang tinggi membedah pasien kanker kiriman dokter endokrin) bahwa dokter bedah itu macam practical problem shooter, sedangkan dokter endokrin cenderung menangani masalah bak seniman.

Bukan masalah sih, sebetulnya. Hanya ada beberapa perbedaan cara penanganan yg kadang bikin saya bertanya2. Misalnya, saya sempat kaget saat dokter saya yang baru ini 'mengomeli' saya dengan halus ketika tahu saya tidak minum pil thyrax selama sebulan lebih sebelum melakukan tes darah. "Gimana sih, berhenti minum pil hormonnya sampai sebulan itu kan membahayakan diri sendiri. Emang siapa sih yg ngajarin begitu?" Saya jelaskan dokter saya sebelumnya selalu minta saya berhenti minum pil selama 2 minggu sebelum tes darah tiroid. Tapi, saya akhirnya lebih sering off-medication selama 3-4 minggu mengikuti saran dokter unit nuklir, yang mengatakan 2 minggu gak cukup untuk mendapatkan kadar Tsh/Tg yang asli untuk keperluan tes. Memang, kalau sedang off-medication, kondisi badan jadi gak karuan, apalagi kalau dalam jangka waktu yang lama.

Dokter saya yang baru meminta saya untuk kembali menjalani tes rutin T2/T3/T4/Tsh/Tg dua bulanan. Alasanya untuk mencari dosis yang tepat. Hadeeehh... Saking rutin ke RS, pegawai2 cafe RS sampe 'kangen' kalau saya tak datang2 :D. Masalahnya, cash flow jadi terganggu :(

Lucunya, dulu saya harus berhenti minum pil thyrax bila hendak tes darah, sekarang justru disuruh tetap minum pil. Saya sempat bertanya2 sendiri, bagaimana bisa dapat dosis yang tepat kalau tes dilakukan atas darah yang kondisinya 'terbantu' oleh pil hormon. Tapi gue gak berani nanya heheheh. Jadi, paling2 riset di internet utk cari tau sendiri.

Nah, tes dua bulan yang lalu juga bikin kaget. Angka Tg-nya diatas normal. Maka lagi2 gue diinterogasi si dokter: "kamu minum obatnya bener gak sih? rutin gak? sesuai dosis gak?" Tentu aja saya menjawab dengan manis: "tentu dong, dok". Padahal sih gak sesuai dosis. Duh, bandel bener sih pasiennya! Lha, habisnya dia kasis dosis 2.5 butir! Waks... Lha kok kembali ke masa paska operasi lagi toh? Seminggu pertama dosis ini gue ikutin, dan hasilnya badan jadi gak keruan. Akhirnya si sok tau ini menurunkan sendiri dosisnya ke 1.5 butir. Gue rasa dosis 1.5 yang diresepkan dokter terdahulu works just fine with my current loads deh.

Akhirnya si dokter memberi dosis baru: 0.5 butir per hari. Jauh bener dari 2.5 ke 0.5 heheheh. Entah karena pengaruh dosis, atau hal lain, nafsu makan jadi menggila, dan berat badan ya pastinya naik dong. Dan, sudah mulai 'takut air' alias mudah kedinginan. Yah, kita lihat saja nanti hasil tes darah berikut setelah Lebaran.