Thursday, December 29, 2005

It's almost a month since I took Thyrax. I experienced excessive sweating or fatique no more.

Lately, however, I started to become forgetful and lose concentration easily. Don't know if those are also symptoms of underactive tyhroid. I'll find out about it next week when I visit my doctor.

Wednesday, December 14, 2005

First week with Thyrax

Outreagously excessive sweating, that's the worst thing I experienced throughout the first week of taking Thyrax.

Menyebalkan sekali, keringetan terus. Bahkan diam dalam ruang ber-AC pun gue tetep aja basah kuyup, literally basah kuyup.

Tapi, ada efek positifnya juga sih dari keringetan heboh gitu. Berat badan gue turun at least sekilo dalam waktu kurang dari seminggu.

Selain keringetan, gue juga cepet merasa lelah.

Mungkinkan dosisnya kurang tepat? Kalau dosis tidak tepat, yg terjadi ya gue bakal ngalami hal2 yg biasanya jadi pertanda underactive thyroid, seperti cepat lelah dan keringat berlebih itu.

Wednesday, December 07, 2005

Thyrax forever

Following up the RAI-131 ablation, the doctor prescribed me with Thyrax, a thyroid hormone replacement drug. One tablet a day, for the rest of my life.

As a consequence of ablation, I got rid of my remaining 'cancer plagued' thyroid gland (the other one was taken away in the previous surgery). My body, however, lost its capacity to produce thyroid hormone.

So, Thyrax (also known in other countries as Levothyroxine) is taken to replace my body's natural thyroid hormone. Thyrax contains the synthetic form of one thyroid hormone, T4, which is a naturally occurring hormone produced by the thyroid and is important for normal energy and metabolism.

More info on Thyrax/Levothyroxine, see:

http://www.drugs.com/xq/cfm/pageID_0/htm_D00278A1.htm/bn_levothyroxine/qx/index.htm

RAI-131 ablation - aftermath

Hari ini pas seminggu gue pulang dari rumah sakit setelah ablasi.

Leher gue masih bengkak tuh ternyata. Gak segede lehernya Tyson sih, ukurannya udah jauh lebih sopan dibanding bengkak waktu hari ketiga di rumah sakit minggu lalu. Tapi efeknya jauh lebih menyebalkan.

Gue belum bisa mendongakkan leher/kepala. Noleh ke kiri atawa kanan juga susah. Bahu harus ikut diserong ke kiri or kanan kalo mau nengok. Tidur juga harus cari2 posisi leher yg tepat, biar gak serasa kecekek.

Makan and minum gak ada enaknya karena susah banget untuk nelan. Nafsu makan udah sejak dari di rumah sakit menghilang entah kemana. Porsi makan yg biasanya gak ketulungan, sekarang jadi super sedikit, itupun sering kali gak abis.

Tapi ada blessing in disguise-nya buat gue. Berat badan gue jadi turun dengan cepat. Kurang dari 2 minggu lalu, berat badan gue masih 60 kg. Kemarin gue timbang tinggal 57 kg. Padahal, berat badan gue tuh udah stagnan di 60kg sejak akhir tahun lalu.

Bagus juga. Jadi gue gak perlu beli baju baru, baju lama tinggal di keluarkan dari gudang he he he he.

Suami gue juga seneng soalnya gak usah keluar duit buat beliin baju natal, kan tinggal pake baju cantik yg gue pake natal 3 or 4 years ago. Baju natal tahun lalu kayaknya gak bisa dipakai soalnya sekarang jadi kegedean...

My RAI-131 ablation experience - Discharged

30 Nov 10 am My RAI-131 ablation experience – Discharged
Kadar radioaktif gue dari jarak 30cm pagi ini kembali turun ke 20mCI. Gue dibolehin pulang siang ini. Cihuy! My little darling, mom’s coming home.

Eh, tapi, biar pulang ke rumah tetep aja gue harus jaga jarak fisik dari orang2 di rumah.

Gue diharuskan pisah kamar dari anak, dan pisah ranjang dari suami, selama sekurangnya 1 minggu.

Gue juga harus membatasi kontak fisik dengan orang dewasa selama minimal 1 minggu dan 2 minggu dengan anak-anak dan wanita hamil.

Tapi lebih enak mengisolasi diri di rumah daripada sendirian di ruang isolasi rumah sakit, ya toh.

My RAI-131 ablation experience - Radiation level

29 Nov 11 am My RAI-131 ablation experience – Radiation level
Level radioactive di badan gue diukur lagi pagi tadi. Hasilnya sudah lebih bagus dari kemarin.

Kadar radioaktif dari jarak 30cm turun ke 25.4mCi tadi pagi dari 31mCi kemarin pagi. Dari jarak 1m turun ke sekitar 5mCi dari 8mCi kemarin pagi. Dari jarak 2-3m tinggal 1mCi.

I’m glad. The results mean I’ll be very soon radioactive-free and will likely be discharged tomorrow.

My RAI-131 ablation experience - Swelling neck

29 Nov 8 am My RAI-131 ablation experience – Swelling neck
Leher gue semakin membengkak dan menyebalkan sepanjang kemarin sore dan tadi malam.

Nelan ludah or makanan jadi susah. Dan, karena tenggorokan juga ikutan serek dan gatal, kalau pas batuk leher jadi sedikit nyeri and dada sakit.

Perawat bilang swelling neck gak perlu dikawatirkan and gak perlu obat, kecuali bener2 menyiksa. Leher bengkak itu normal dalam ablasi, kata mereka.

Tidur semalam bener2 gak nyaman. Rasa mau muntah dan saluran napas yg seperti kejepit akibat leher Tyson ini bikin gue terbangun terus.

Eh, tapi, pagi ini, bengkaknya ternyata udah turun secara dramatis. Horee…

My RAI-131 ablation experience - Radiation monitor

28 Nov 11am My RAI-131 ablation experience – Radiation monitor
Ini hari ke tiga gue nginep di ruang isolasi. Tadi pagi, petugas unit kedokteran nuklir datang untuk mencheck level radioaktif di tubuh gue.

Alat yg namanya radiation monitor itu cuma lebih besar dikit dari walkman.

Tingkat radiasi diukur dari jarak 30cm, 1m and lebih dari 1m dari badan gue.
Hasilnya, kadar radioaktif yang terpancar dari badan gue udah turun (dari saat minum dosis 80millicuries) ke 31millicuries saat diukur dari jarak 30cm, dan dibawah 5millicuries dari jarak 3m.

My RAI-131 ablation experience - Side effects

28 Nov 8 am My RAI-131 ablation experience – Side effects
Side effects ablasi yg paling sering dikeluhkan pasien termasuk leher bengkak, napsu makan hilang, lidah kebas and tenggorokan serak.

Jam 3 pagi tadi, or lebih dari 30jam setelah minum RAI-131, gue kebangun dengan rasa gak enak di sekitar leher. Oh, ternyata udah mulai bengkak toh leher bagian bawah.

Waktu bangun paginya, bengkaknya makin melebar dan menebal, rasanya mau nelan ludah pun seret. Pangkal lidah gue tuh dikit2 nekan or nyenggol tenggorokan, jadi pingin muntah.

Masih inget gimana rasanya kalau lidah kita disuruh menjulur oleh dokter, trus dia nekan lidah kita pakai alat dari kayu yg persis tangkai es krim? Nah, gak nyaman and rasa seperti mau muntahnya sama dengan yg gue rasa pagi ini.

Leher bengkak juga bikin gue agak susah makan. Plus udah dari kemarin siang selera makan gue turun drastic. Baru makan setengah porsi udah terasa ‘enek.’

Gue minta suami bawa sambel botol favorit supaya makanan RS terasa lebih nendang.

My RAI-131 ablation experience - Urine & BAB

27 Nov 900pm My RAI-131 ablation experience – Urine & BAB
Bahan radioaktif dikeluarkan tubuh paling banyak melalui urine, keringat, liur dan muntah.

Untuk mengurangi bahaya radiasi, selama ablasi pasien harus kencing di pispot yang isinya kemudian dia pindahkan ke container khusus berisi ‘concentrated solution for haemodial YSIS – Bicarbonate’.

Urine pasien didalam container berisi bicarbonate itu nantinya akan dibawa staff dari unit kedokteran nuklir untuk di buang di saluran pembuangan khusus.

By the way, selama 24 jam pertama gue diminta untuk gak banyak minum spy gak sering kencing. Tujuannya supaya bahan radioaktif bisa sebanyak mungkin ‘diserap’ organ tubuh yg jadi target ablasi.

Setelah 24 jam, gue harus minum banyak biar sering kencing. Makin sering/banyak kencing, makin cepat turun kadar radioaktif di tubuh, dan makin cepat kita boleh pulang.

Buang air besar normal aja, gak perlu ditampung di pispot.

My RAI-131 ablation experience - First 30hours

27 Nov 800pm My RAI-131 ablation experience – First 30 hours
Apart from increasing boredom, loneliness and discontentment over the out-of-order hot water and the almost overloaded garbage bins (I’ll try, again, to persuade them to replace the bins tomorrow), I got no complaints so far.

My RAI-131 ablation experience - Tasting it

26 Nov 4pm My RAI-131 ablation experience – Tasting it
Cairan RAI-131 dikemas dalam toples dari logam yang tebalnya sekitar 3cm dan tingginya satu cm lebih tinggi dari toilet tissue roll. Beratnya? Wah! Gak ketulungan.Kayaknya cuma beda dikit dari karung beras 25kg.

Waktu pertama lihat si ‘toples baja’, gue pikir, “Mak! Banyak bener.”

Tapi, ternyata, RAI-131 nya sendiri cuma dikit kok, sekitar 4cc. Rupanya di dalam toples itu ada ceruk kecil yang pas untuk botol kaca kecil berisi RAI-131.

Botol kaca kecil itu berlabel, “Sodium Iodide 131 oral solution.” Ada catatan tanggal pembuatan, kode produksi, dosis 80 millicuries, dst. And also, “Contains sodium iodide 131 in saline something.” Oh, and of course ada lambang nuklirnya.

Kata perawat, keluhan yg paling sering dari pasien ablasi setelah minum RAI-131 adalah bengkak leher, tenggorokan serak, lidah ‘mati rasa’, dan mual. Tapi keluhan itu biasanya hilang sebelum pasien pulang.

Jam 1.45 siang aku minum RAI-131 yang dicampur dengan sekitar 100ml air. Sampai jam 4 sore, belum ada keluhan apa pun. Moga2 jangan ada ya..

My RAI-131 ablation experience - Isolation Room

26 Nov 1230 My RAI-131 ablation experience – Isolation Room
Pasien ablasi ditempatkan di ruang isolasi. Seperti namanya, ruang ini terpencil di paling ujung lorong.

Papan pembatas di jejer di depan pintu ruang. Di dalam, pembatas berjejer sepanjang salah satu sisi ruang. Papan itu cukup tebal, katanya untuk meminimalisir pancaran radiasi dari si pasien thd orang lain yg berdiri dibalik papan.

Body contact with patient is prohibited.

Orang yg masuk ruang, termasuk dokter dan pembawa makanan, harus pakai baju khusus yang berat banget dan hanya boleh bicara dari balik papan pembatas yang jaraknya sekitar 3.5m dari tempat tidur pasien.

Ruang isolasi dilengkapi dengan kamera yg monitornya ada di ruang perawat. Jadi pasien tetap terawasi. Supaya jangan malu2in, pasien berganti baju di kamar mandi dan sebaiknya ‘jaga perilaku.’ Misalnya, jangan ngupil di depan kamera….

Kalau biasanya perawat datang ngukur suhu badan, pasien isolasi dibekali termometer, tensi sendiri. Perawat akan telpon utk tanya hasilnya.

Thank heavens, ada TV with HBO and Star Movie channels disini – gak tau di RS lain. Jadi gak bakal boring2 amat.

Tapi, tetep aja, rasanya ‘kosong’ tanpa anak and suami.

My RAI-131 ablation experience – preparation

Instruksi utk pasien ablasi or fasilitas ruang isolasi bisa jadi berbeda tergantung rumah sakit dan dokternya. Dokter gue, misalnya, gak kasih instruksi khusus utk persiapan ablasi.

Gue cuma disuruh bawa bahan bacaan, permen, buah favorit, obat2 pribadi and underwears. Permen & buah buat ngebantu ‘merangsang’ lidah dan kerongkongan yang, katanya, bisa jadi akan sejenak terasa ‘kebas’ atawa ‘mati rasa’ setelah minum RAI-131.

Dokter bilang jaga kondisi fisik dan mental. Badan yg fit dan mental yg sehat bakal membantu untuk setidaknya ‘lebih tahan banting’ seandainya harus merasakan efek samping ‘temporer’, seperti rasa mual atau bengkak leher, selama ablasi.

Gue juga nyiapin air mineral and tissue (termasuk tissue basah and toilet), supaya gak repot minta tambah/ganti terus. Di RS gue, barang2 ini dipasok sekaligus waktu kita datang untuk stok 4 hari.

Air penting, karena 24 jam setelah minum RAI-131 pasien hrs banyak minum supaya bahan radioaktif-nya cepat keluar dari tubuh melalui urine, shg kadar radiaktif dalam tubuh cepat turun menurun, dan bisa lekas keluar pulang rumah. Kalau banyak minum, ya jadi banyak kencing, so patients, especially ladies, may need enough stock of toilet tissues.

Friday, November 25, 2005

Panduan utk kontak dgn pasien paska RAI 131

Di bawah adalah web address yang berisi panduan bagi pasien yang akan menerima obat dengan bahan radioaktif yang dikeluarkan oleh Divisi Kedokteran Nuklir Rumah Sakit Universitas North Carolina. Not sure if patients in our country are also given such an instruction sheet prior to/after taking the medicine. Tapi rasanya points yg ada di sheet berikut bisa kita jadikan acuan untuk melakukan kontak dengan non-pasien, atau dengan pasien bila anda adalah bukan penerima RAI 131.
Semoga bermanfaat.

"Additional Instruction for Continuing Care Following Treatment with Radioactive Drugs," University of North Carolina Hospital, Division of Nuclear Medicine.
http://ehs.unc.edu/radiation/manual/hospitals/Patient%20instructions.pdf.

Birthday wish for dearest husband

I won’t be around for my beloved husband’s birthday on Sunday 27.

So I’m going to say it now, “Happy Birthday, my dearest one. I hope God allows us to grow old happily and healthily together. God bless you.”

See u again, not so soon, my dears

Well, well, setelah di undur dua kali, gue besok bakal nginep lagi di rumah sakit selama 4-5 hari kedepan, kali ini untuk ablasi dengan RAI 131.

Gue udah pasrah deh. Habis mo gimana lagi? Biopsi udah, operasi juga udah gue jalanin.

Mom must go away, again, my lovely baby. But, daddy will be available (when he’s not in the office), and the rest of the family will do their best to cheer you up during my leave.

Sedih banget musti ninggalin anak, apalagi udah hampir seminggu ini dia lagi kurang sehat, pilek berat, batuk dan sedikit demam. Berhubung sekarang lagi masanya flu burung, DSA ku bilang kalau ada gejala sesak napas harus segera bawa ke rumah sakit. Hopefully, anakku cuma ketularan pilek dari aku dan bapaknya.

Kali ini gue bakal tinggal di ruang isolasi, gak boleh ditungguin seperti halnya ketika operasi bulan lalu. Pengunjung cuma bisa dadah-dadah dari balik kaca aja.

It’ll be lonely, heart wrenching, irritating and boring days ahead. Worse still, I must keep avoiding close physical contact with my family for another week upon my arrival from the hospital to avoid any risks of radioactive contamination.

Thursday, November 24, 2005

About Radiocative Iodine 131 (Very LONG Article)

For complete article in English see “Sodium Iodide I 131 (Therapeutic)” on Medline Plus website
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/uspdi/202721.html

Artikel di atas membahas hanya pemakaian Radioactive Iodine 131 dalam pengobatan hyperthyroid dan kanker tiroid. Kebanyakan info di bawah, sayangnya, tidak diceritakan dokter kepada saya, padahal saya sudah cukup cerewet bertanya ini itu sejak awal. Well, dokter gak salah diagnosa or salah dosis aja udah sukur kok… (pasrah bener….)

Anyway, ringkasannya sebagai berikut:

Apa sih radioaktif iodine-131?
Radioactive Iodine-131 -- alias RAI 131, sodium iodide 131 or iodine-131 -- adalah bahan radioaktif yang biasa dipakai dalam ilmu kedokteran nuklir untuk diagnosa fungsi organ tubuh atau pengobatan jenis penyakit tertentu, seperti hyperthyroid dan varian tertentu dari kanker tiroid. Tindakan medis dengan RAI 131 untuk pengobatan kanker biasanya disebut dengan ablasi.

Di dalam tubuh, RAI 131 kebanyakan di ‘serap’ oleh kelenjar tiroid. Itulah makanya RAI 131 sangat popular dalam pengobatan hyperthyroid dan kanker tiroid.

Pada pengobatan hyperthyroid, efek radiasi yang ditimbulkan RAI 131 bermanfaat mengembalikan fungsi produksi hormon tiroid ke tingkat normal. Sedangkan pada kanker tiroid, RAI 131 bertugas melacak dan menghancurkan sisa-sisa sel kanker yang masih tersisa di kelenjar tiroid atau yang telah menyebar ke jaringan tubuh lain.

Biasanya kanker tiroid yang tidak ditangani secara tuntas dapat timbul kembali, bahkan menyerang organ tubuh lainnya. Kalo gak salah organ yang diserang tergantung dari varian kanker tiroidnya. Untuk varian papillary, misalnya, kanker akan menyebar ke tulang atau paru-paru.

RAI 131 diproduksi oleh BATAN dan tersedia dalam bentuk kapsul atau cairan bening tak berbau dan tak berasa.

Dosis yang diberikan tergantung jenis penyakit, ‘ukuran’ jaringan yang akan diobati, jenis tindakan medis yang dipilih, usia dan kondisi pasien.

Untuk keperluan test tiroid, misalnya, dosis yang diberikan berkisar 4 -10 millicuries. Pengobatan kanker tiroid membutuhkan dosis lebih tinggi antara 30-200 millicuries.

Siapa yang dapat diobati dengan RAI 131?
RAI 131 tidak diberikan pada wanita hamil untuk menghindari resiko radiasi pada janin dan kemungkinan bayi menderita hypothyroid ketika lahir.

Makanya, sangat penting bagi teman-teman perempuan untuk mengingat dengan pasti tanggal terakhir haid anda, karena ini pasti ditanyakan dokter. Pada test tiroid pertama kali, saya tidak bisa memberikan jawaban yang meyakinkan, akibatnya dokter menyuruh saya menjalani test kehamilan.

Pasien perempuan yang sedang menyusui dapat diberikan RAI 131 atau menjalani ablasi. Tetapi, mereka diharuskan berhenti menyusui selama terapi dan sepanjang dua minggu setelahnya. Hal ini penting untuk menghindari resiko radiasi pada anak.

RAI 131 juga diberikan pada pasien anak dan para lanjut usia. Kegunaan dan efek yang ditemukan pada pasien golongan ini biasanya tidak berbeda dengan pasien lain. Hanya saja, pasien anak mungkin lebih sulit untuk mengatasi kemungkinan timbulnya rasa mual selama terapi.

Efek (menyebalkan) RAI 131
RAI 131 bermanfaat mengikis sel kanker tiroid dan pada pasien hyperactive thyroid membantu menstabilkan kinerja produksi hormon dari kelenjar tiroid.

Tapi, bak pedang bermata dua, RAI 131 juga punya efek negatif.

Efek negatif yang paling serius akan dihadapi oleh pasien kanker tiroid.

RAI membersihkan sel kanker dengan cara menghancurkan (ablate) seluruh kelenjar tiroid supaya si kanker gak punya tempat dugem lagi.

Tubuh kita punya dua kelenjar tiroid yang berfungsi memproduksi hormon yang memacu metabolisme tubuh, termasuk kemauan dan kemampuan bergerak dan berpikir.

Kalau kedua produser hormon ini dibabat, lah gak ada organ tubuh lain yang bisa menggantikan fungsi mereka. Tapi, kalo mereka gak dibabat, si kanker bakal terus berdugem ria disana. Sedangkan, semakin lama kanker indekost di tubuh kita, semakin sempit lah waktu kita untuk bisa menghirup udara dunia.

Tapi, jangan ciut hati dulu. Ada solusinya kok. Setelah selesai proses ablasi,
fungsi produksi hormon oleh kelenjar tiroid kemudian digantikan oleh asupan hormon buatan.

Pasien post ablasi harus meminum obat berisi hormon setiap hari seumur hidupnya. Kalau gak diminum, ya resikonya anda akan mengalami symptoms underactive thyroid, misalnya berat badan naik, malas, siklus haid tidak teratur, sakit kepala, rasa sakit pada otot, kedinginan, dst.

Efek yang less horrifying ditemukan pada pemberian RAI 131 dalam dosis kecil.

Pada pemakaian RAI 131 pada test tiroid, misalnya, jarang ditemukan keluhan dari pasien. Gue dikasih 5 millicuries waktu test tiroid (neck and whole-body scans) and gak ada keluhan kecuali perasaan rasa hangat yang menjalar di tubuh beberapa jam setelah minum cairan RAI 131.

Pada pemberian dosis besar untuk pengobatan hyperactive thyroid dan kanker tiroid, efek menyebalkan yang ditemukan bervariasi tergantung jenis penyakit yang diderita.

Secara umum, efek samping yang dikeluhkan pasien, tetapi biasanya berkurang dan hilang sejalan dengan berakhirnya proses terapi, antara lain: bengkak (swelling) pada bagian leher, gangguan ringan pada tenggorokan (sore throat), hilangnya nafsu makan, pusing atau ingin muntah.

Ada juga pasien post RAI 131 yang mengeluhkan hal berikut: keringat berlebihan, sulit kencing, memar atau pendarahan pada leher, demam, sakit pungung, darah pada urine atau tinja, serak, dst.

Anda mungkin saja merasakan satu atau beberapa dari keluhan di atas, atau justru tidak sama sekali.

Yang Boleh & Gak Boleh
RAI 131 dikeluarkan tubuh melalui keringat, air liur, urine dan juga ASI.

Karena itu, untuk mengurangi dan menghindari resiko kontaminasi radioaktif pada keluarga dan lingkungan, pasien yang mendapat RAI 131 tidak dianjurkan untuk: menyusui, perpelukan, berciuman, melakukan hubungan sex, berada dekat ibu hamil atau anak kecil selama rentang waktu 4-6 hari setelah mendapat RAI 131.

Pasien juga dianjurkan untuk sementara waktu tidur terpisah dari anggota keluarga lain serta memakai dan mencuci alat makan, sikat gigi, handuk atau pakaian secara terpisah.

Bila terpaksa harus berkendaraan bersama dalam jarak jauh pada hari-hari awal setelah menerima RAI 131, pasien dianjurkan duduk sejauh mungkin dari penumpang lainnya.

Itulah sebabnya para pasien penerima RAI 131 dalam dosis besar, misalnya untuk tindakan ablasi, biasanya akan ditempatkan di kamar isolasi di rumah sakit selama 4-5 hari untuk memudahkan pengawasan dokter sekaligus mengurangi resiko kontaminasi.

Pasien akan dipulangkan setelah hasil test menunjukkan kadar radioaktif ditubuhnya sudah turun dan mencapai tingkat yang dianggap relatif aman untuk dikembalikan ke tengah masyarakat (kayak narapidana aja..)

Informasi tentang melakukan kontak dengan pasien penerima RAI 131, termasuk setelah pasien pulang ke rumah, bisa dilihat di posting lain berjudul “Panduan Kontak Dengan Pasien Penerima RAI 131”.

Di mana berobat dengan RAI 131?
Pengobatan penyakit terkait tiroid biasanya dilakukan bersama oleh dokter spesialis endokrin, bedah dan nuklir.

So, kalau anda bermasalah dengan kelenjar tiroid, apalagi yang bersifat kanker, lebih baik dari awal berobat di rumah sakit yang punya fasilitas kedokteran nuklir supaya gak repot bolak balik untuk tiroid test, operasi dan ablasi dengan RAI 131.

Bukan beriklan, karena gue bukan karyawan or pemegang saham, tapi RS punya unit kedokteran nuklir, yang kebetulan gue tau, RS Pusat Pertamina, tempat tetirah kesehatan mantan presiden terlama kita itu.

RSPP, sayangnya, tidak punya dokter spesialis endokrin. Sehingga, kebanyakan pasien yang punya diagnosa tumor atau kanker tiroid biasanya langsung datang ke dokter bedah. Pilihlah dokter bedah yang sering menangani kasus tiroid supaya anda bisa mendapat informasi dan pelayanan operasi yang memuaskan.

Rumah sakit tidak punya persediaan RAI 131 dalam jumlah besar, paling cukup untuk keperluan test tiroid saja. Untuk ablasi, RAI 131 dipesan dari BATAN untuk pemakaian pada tanggal yang sudah ditentukan.

RAI 131 punya sifat lekas surut kadarnya sehingga harus segera dikonsumsi untuk menjaga efektifitas dan manfaatnya. So, pasien yang sudah terjadwal harus datang tepat waktu dan gak bisa seenaknya minta ganti tanggal dan waktu perjanjian ablasi.

Berapa biayanya?
Tergantung dosis, jenis peruntukan, periode rawat inap, dan pilihan rumah sakitnya lah ya.

Contoh, waktu minggu lalu gue test tiroid lengkap (terdiri dari neck and whole-body scans using only 5 millicuries of RAI 131 agent, plus test darah dan USG leher) gue bayar 600 ribu rupiah.

Tapi untuk ablasi, bahan RAI 131-nya saja berkisar Rp 1–1.5 juta untuk 40 millicuries.

In my case, untuk rencana ablasi dengan dosis sekitar 80 millicuries dan rawat inap di kamar isolasi selama 4-5 hari, gue disuruh nyiapin duit 4-5 juta rupiah. {Mohon diingat tulisan ini saya buat pada tahun 2005 lho ya}

-end of article-

Monday, November 14, 2005

Link in Bahasa on penanganan kanker tiroid

Paper tentang pilihan tindakan medis untuk menangani hypertyhroid dan kanker tiroid yang disusun oleh Prof. Dr. Johan S. Masjhur dari bagian kedokteran nuklir Universitas Padjajaran layak anda baca. Aku nemu ini di Google.

Web addressnya http://lemlit.mis-unpad.net/index.php?fuseaction=news.newsdetail&id=34

Kalo gak tampil, coba buka cache-nya di Google
http://64.233.167.104/search?q=cache:U7ifKvZ-50QJ:lemlit.mis-unpad.net/
index.php%3Ffuseaction%3Dnews.newsdetail%26id%3D34+%27
operasi+kanker+tiroid%27&hl=id&lr=&strip=1

Saturday, November 12, 2005

Staying away

My nuke doc warned me that since I’ve taken radioactive medicine in the test prior to ablation, I must keep away from my daughter (and any other children or pregnant women) for two weeks. Darn.

That means I will only be able to be get close to her next month after I completed the 4-to-5 days radioactive ablation process and another 2 weeks of separation period.

Oh! Poor me! Poor my baby! Poor my hubby!

About thyroid scan with RAI-131 ( LONG Article )

About Thyroid Scan using Radioactive Iodine 131
Source: can’t remember exactly. Plucked it from the net. Though I had slightly different experiences, it’s pretty much helpful)


What is thyroid scan
Thyroid scan is a nuclear medicine examination that uses the emissions of gamma rays from radioactive iodine to help determine whether a patient has thyroid problems, including hyperthyroidism, cancer, or other growths.

Thyroid scan is also known as Radioactive iodine screening test, RAUI and Nuclear scan-thyroid. (The hospital where I’m treated called it ‘Thyroid Study’ and it consists of blood test, neck ultrasonography and neck or whole-body scanning, at the cost of 600 thousand Rupiahs. If you’re interested, I’d be happy to recommend the hospital and doctors)

Who should undergo a thyroid scan
Patients with suspected thyroid nodules or cancer.

Got a steadily growing, visible and palpable but painless lump somewhere around your neck? Go see your endocrinologist and take a scan test. Thyroid scan is available at hospital’s nuclear medicine unit. In Bahasa Indonesia it’s called ‘Kedokteran Nuklir’

How the thyroid scan is performed
You will be given a pill that contains radioactive iodine, and then you will wait as the iodine collects in the thyroid. The first scan is usually 4 - 6 hours after the iodine has been ingested, and another scan may be taken 24-hours later. Additional or substitute imaging may be performed using a compound containing technetium.

After the thyroid has absorbed the radioactive iodine, you will lie on your back on a movable table with your neck and chest positioned under the scanner. The scanner detects the location and intensity of the gamma rays emitted. During this part of the procedure, you must lie still to let the scanner get a clear image.

Next, the information is sent to a computer that displays images of the thyroid and any possible nodules that have absorbed the iodine.

How to Prepare for the Test
You must sign a consent form (Not in my case though). You may be told not to eat after midnight the night before the exam (I wasn't told so).

How the Test Will Feel
Some patients find remaining still during the test uncomfortable. (I also felt very drowsy during the test, most likely because of the awkward head resting position. Luckily, it pretty soon disappeared as I helped myself with yummylicious lunch at the hospital’s canteen)

Risks
All radiation has possible side effects. There is a very small amount of radiation in the radioisotope ingested during this test, but women who are nursing or pregnant should discuss the risks to the fetus or infant with their health care providers before taking this test.

In my case, I was allowed to keep breastfeeding my baby when I went through the neck scan, but was ordered to stay clear from her when I later went through my second test, the whole-body scan. I was also asked about my last date of period. I could not give a firm answer on my first test that my doctor ordered me a pregnancy test just to be save. I came well prepared with the date on my second test and saved my husband some money.


The concerns regarding radiation side effects are taken into consideration when the test is ordered, but the benefits of taking the test usually far outweigh the risks.

Considerations
Thyroid scans using radinuclides are used with other studies, such as blood tests and ultrasound, to evaluate the thyroid. Your doctor may send you for more than one type of test.

What ‘Normal Results’ mean
The thyroid appears the correct size, shape, and in the proper location. It appears a uniform gray on the computer.

What ‘Abnormal Results’ mean
If the thyroid is enlarged or pushed off to one side, this could indicate a tumor. Nodules will absorb more or less iodine and will appear darker or lighter on the scan (usually lighter if tumor). If part of the thyroid appears lighter, it may indicate there is possible thyroid dysfunction.

Additional conditions under which the test may be performed:

Anaplastic carcinoma of the thyroid, Colloid nodular goiter, Goiter, Medullary carcinoma of thyroid, Multiple endocrine neoplasia (MEN) II, Papillary carcinoma of the thyroid, Toxic nodular goiter


-end of article-

They're still there all right

Got the results from the neclear medicine department today. It confirmed my surgeon's prediction: the cancer cells are still there. They're found in my now-only-one thyroid gland, and also a bit found in the bladder (what are they doing there I have no idea).

I learned from my internet research that thyroid surgery could not totally wipe away the entire potential cancer cells.

Thus, patients should undergo an ablation with radioactive iodine 131 to eradicate the remaining cancer cells.


I’m scheduled to get through it on 22 Nov.

Friday, November 11, 2005

Can't get close to you, baby

Aku disuruh unjuk diri jam 8 teng besok pagi untuk neck dan whole-body scan. That’s not a problem, ku pikir.

Yang jadi problem tuh waktu aku diwanti-wanti untuk menjauhi anakku sampai besok siang or sore.

“Ibu jangan dekat-dekat anaknya dulu ya. Jangan tidur sekamar, apalagi nyusui dia. Soalnya cairan yang Ibu minum tadi kan radioaktif walaupun dosis rendah. Besok kita lihat, kalau sudah turun kadarnya, baru boleh dekat anaknya lagi, ya Bu ya,” begitu pesan si Bapak staff.

Padahal si Pak dokter nuklir gak pesan apa2 tuh tadi. Tapi ya sudah lah. Nurut aja deh.

Cuma, aku jadi harus ngerepotin Ibuku lebih lama lagi hari ini. My mom has to look after for my daughter until my husband comes back from work.

Terribly, painfully missing my little darling

It’s nearly 9pm. In any other day, I’d be chasing my daughter around, persuading her to finish up her formula.

By 930pm she’d have her nappy changed, body cleaned and pajamas on. I’d usually give up to her demand for breast milk and let her enjoy it until she goes to sleep.

It’s different tonight. I’m here, alone and lonely in the bedroom upstairs. My daughter’s downstairs with her grandma. My husband has to work till late tonight.

My brother has just told me that my daughter has yet to sleep. I really want to run downstairs, get into our bedroom and hug my baby.

I’m so very sad. We’re in the same house but must not go near each other. I could not even let her see me in case she cry and call for me, or the other way around.

I wish tomorrow afternoon come quickly, my test go smoothly and I am allowed to embrace and kiss my baby again. Now I’m crying again.

Painfully missing you, my baby

Tadinya, gue berusaha untuk gak mikirin anak biar gak sedih or stress. Eh tapi lama2 ya kepikiran juga.

Gue jadi bertanya dalam hati, anakku lagi apa ya sekarang? Jam 2.30 sore gini biasanya dia lagi main di play cornernya dan sambil sesekali menghindari gue yang entah berusaha kasih dia susu botol or sekedar usil mengganggunya.

Sesak hati oleh rindu dan ingin tahu, gue turun ke bawah and nguping di pintu. Sayup-sayup terdengar anakku tercinta yang lagi lucu-lucunya itu sedang mengoceh tak jelas. Gak kerasa mata ini tiba-tiba jadi basah.

Eh, tiba-tiba Ibuku membuka pintu dan suara langkah anakku terdengar menapak ke arah pintu.

Gue kaget dan langsung lari terbirit-birit lari ke lantai atas sebelum anakku menangkap bayanganku dan meraung-raung memanggil ku, “mama.. mama..” dan hati in semakin remuk redam.

Mama rindu sekali pada mu, anakku sayang. Be good to your grandma, ya honey. Hope to be able to get near to you again, soon.

Miss u terribly, little darling

‘Mengasingkan diri sementara’ ternyata gak burok-burok amat. Aku bisa enjoy myself tanpa kawatir diganggu anak, suami or anggota rumah yang lain, listening to the music and watch DVDs from my brother’s computer, solely occupying the entire room.

Sejenak, gue ngerasa kayak kembali ke masa nge-kost di Margonda dulu. Hmm asik juga bisa santai dan enjoy the absolute freedom to do what ever I want to do.

Tapi, setelah tiga jam berlalu, 60 lagu terputar, berlembar-lembar koran teramati dan tak terhitung potongan camilan terkunyah, pikiran gue jadi melayang anak gue yang manis and lucu itu

Thyroid tests, for the hmp times

If I counted it correctly, I've until yesterday taken up three sets of thyroid tests. This morning, I took thyroid tests for the fourth times in two year period.

Pak dokter nuklir menyuruh ku untuk ngejalanin thyroid tests dari awal lagi. So, pagi tadi aku kembali menyambangi RS. Nunggu lamaaa bener, mana ruangannya duingin buanget.

Tadinya ku pikir hari ini akan ambil darah untuk test kadar hormon tiroid and di USG. Ternyata cuma diambil darah and disuruh minum secangkir cairan tak berwarna, tak berasa dan tak beraroma (that must be the Radioactive iodine 131 agent) untuk persiapan neck and whole-body scans besok.

Menunggu memang hal yang paling membosankan dan menyebalkan.
Apalagi kalau harus berlama-lama nongkrongi ruangan super dingin hanya untuk menunggu giliran untuk di suntik.

Hiburannya paling banter melirik dokter yang lewat, dengan harapan ada yang lumayan nyaman dipandang mata, atau main tebak-tebakan dalam hati ‘kira-kira orang ini atau itu sakit apa ya?’, or pathetically jadi komentator penampilan orang lain.

Thursday, November 10, 2005

Be strong, honey


My surgeon referred me to another doctor at the nuclear medicine unit. The nuclear doctor would run a complete thyroid tests and after that administer the ablation using radioactive agent knows as Radioactive Iodine 131.

I guess I’ve made peace with the fact that I’m plagued with cancer. But, I’m still not able to wipe away my worries regarding my daughter. The idea of having to stay away from her for quite a period of time during the therapy depresses me.

I tried to hold back my tears whenever I look into her eyes. My dear husband said, “Be strong, darling. We’re in this together.”

Oh, how very lucky I am to have him as my loved one.

Wednesday, November 09, 2005

Useful links on Papillary Thyroid Carcinoma

Kanker tiroid bermacam2 jenisnya. Yang aku punya jenisnya Papillary (papilar, dalam versi Indonesianya).
Untuk tau lebih banyak tentang karakter kanker tiroid jenis papilar ini coba lihat:

"Thyroid, Papillary Carcinoma, Early." di website eMedicine
http://www.emedicine.com/ent/topic286.htm

Coba juga yg ini
http://www.endocrineweb.com/capap.html

Atau ini
www.orpha.net/data/patho/GB/uk-PTC.pdf

Useful links on Thyroid Carcinoma - Kanker Tiroid

For a complete medical article on Thyroid Carcinoma see:
www.aace.com/clin/guidelines/thyroid_carcinoma.pdf

For a much more basic information about Thyroid Carcinoma see:
http://www.aace.com/members/Thyroid_Carcinoma.pdf.

Artikel tentang Kanker Tiroid yg cukup lengkap lihat:
www.suaramerdeka.com/harian/0507/04/ragam1.htm


Sunday, November 06, 2005

Darn lump was actually a cancer

I first thought my lump problem was already a history thanks to the successful surgery.

I was obviously wrong.

A week after the surgery, my surgeon said pathology study on the excavated darn lump showed it was stained with cancer cells.

“You’ve had a thyroid carcinoma of the papillary variant, and due to its character I must tell you it’s very likely that you’re still plagued by it,” doc said.

I was stunned. Darn you lump!

Doc says an ablation using radioactive agent called RAI 131 is necessary to eradicate any remaining cancer cells.

I could be free from thyroid cancer. Post ablation, however, I will have to depend on hormonal therapy to get by every day for the rest of my life.

Sigh!

Monday, October 31, 2005

Puke it like Eminem

There’s an unforgettably shameful incidence while I was in the ICU.

I disastrously puked when the nurses encouraged me to drink up my milk. I had to be cleaned up and given a new hospital outfit as the old one was all wet and slimy. The poor nurse disappeared without a word. Her colleagues told me she spent the last hour of her shift in the shower. I puked all over her.

Remember Eminem’s video clip (forgot its title), the scene in the john when he puked all over someone who supposed to be Michael Jackson? Well, the incidence in the ICU was very close to that.

In the ICU

Sleeping over at the ICU was actually not bad at all. <<I heard you. No offense, my friend. You’re right. It’s not so bad as long as you’re not half dead or having a complication>>

What I’m saying is that my first experience with the ICU was, not pleasing, but nevertheless not an awful one.

I was admitted in the ICU for a day shortly after coming out of the operation room.

The strumectomy (that’s the term used by the doctors in this hospital for thyroidectomy or thyroid surgery) went very well. I was sent to the ICU to allow them to closely monitor any possible difficult breathing and bleeding. Standard procedure, they said.

Nurses checked up on me frequently. I was fully awake, in excellent condition despite the bleeding on my scar, but was not allowed to move much so I had to rely on the nurse to help me when I pee or need to drink. The nurses were all great.

The only distortion was to hear other patients yelled or groaned in pain.

Surgery at last

I did some internet research to find as much information as I could get on this darn lump of mine. My findings confirmed that surgery was the best option if I wanted to get rid of the lump.

So I went to see my surgeon, who ordered another series of test, the results of which were not much different. Only this time, surgery was strongly recommended.

On 22 October, I underwent a thyroidectomy on the right lobe. On 25 October, I returned home with a flat-but-no-longer-smooth neck. Problem solved.

Damn lump must go

My endocrinologist performed a fine needle aspiration biopsy and ordered a pathology test, the result of which was pretty similar with the ones I undertook last year. It said the lump was only a mild tumor, and surgery was not mentioned.

When he performed the biopsy, most of the liquid agent in the nodules was sponged out resulting in a flat neck. Wonderful.Marvelous, I thought. I was ecstatic to see my smooth-and-flat-again neck, and had planned to go shopping, proudly wearing my favorite clothe that reveal my entire neck.

The next morning, however, I was shocked to see the lump had very visibly grown to even a larger size. Darn! That’s it. I’ve had it. The damn lump must go!

Sunday, October 30, 2005

It started with a lump

My involuntarily affair with thyroid carcinoma began probably two years ago, or maybe even earlier.

It was my mother who noticed a small lump on my lower right neck last year. I wasn’t aware of it, never noticed its existence since it’s relatively small and totally painless. Besides, I was busy nurturing my newborn daughter.

Our family doctor had me undergone blood test, USG and CT Scan. The tests showed some solid and liquid nodules with cystic character, and recommended a biopsy.

I chose to delay seeing an endocrinologist and stayed home enjoying motherhood. But the lump grew larger and become more visible. I started to worry, so after a year went by I eventually marched to my endocrinologist's office.

Try to cheer myself up

Still upset because of the bad news. Painfully tried to comprehend the situation. Thought cry would lessen my heavy heart, but I could only cried a little and it just made me feel bad about myself.

My husband did his best to stay calm and tried to cheer me up. Oh, poor sweetheart. I’m so sorry that you’ve got to go through this.

When I eventually came to my senses, I tried to think of anything to cheer myself up, if not to remain sensible and grateful.

Hmm, let me see. I guess I can be grateful for I have been blessed with an adorable little daughter and a wonderful husband.

I guess I should be thankful and cheerful for I still can love and be loved, talk nice or dirty, walk the morning walk with my baby and hubby, eat my favorite less healthy meals, breath the air freely, get to sleep almost 8 hours a day, listen to music, hear the wind blows and the birds sing, growl at anyone who irritates me, and so much more.

Friday, October 28, 2005

Whinny me

Ketika gue lagi sendirian di taxi dalam perjalanan pergi or pulang dari rumah sakit, atawa lagi nunggu giliran ketemu dokter, kadang timbul perasaan self-pity. It’s when I started to dare myself to question God, “Why does Thee let it happen to me?”

It’s not that I’m dying or facing a huge possibility of becoming paralyzed. According to my surgeon, the carcinoma I had in fact was a low-risk one and the prognosis for thyroid carcinoma is mostly excellent.

Still, having diagnosed with a cancer is never a pleasant circumstance. It for the least ruins my emotional welfare and devastates my husband’s cash flow management.

It certainly will forever change my entire life, not to mention the futures of my beloved husband and daughter.

Thursday, October 27, 2005

Benjolan itu ternyata kanker

Cancer, like love and tsunami, comes to you when you least expect it. It chooses its victims indiscriminately. 

If it happened to others, it can happen to me. And you, too. 

Yak, ternyata saudara-saudara, benjolan yg selama beberapa bulan terakhir bercokol di kelenjar tiroid, yang minggu lalu diangkat dokter bedahku, berisi sel2 kanker. It's stage 2 papillary thyroid carcinoma with follicular and tall cell variants, he said.

Baiklah. 

Jangan terlalu khawatir, kata dokterku. Kanker tiroid itu bisa diobati, dan kamu sudah melewati salah satu tahap penting dalam proses pengobatan dengan menjalani operasi. Langkah berikut, kita tunggu luka bekas operasi kering sempurna, baru kamu ambil tes lengkap untuk persiapan ablasi, jelasnya. 

Baiklah.

Tenang aja, kata dokterku lagi. Harapan hidup pasien kanker tiroid berapa lama, tanyaku. Saya punya banyak pasien kanker tiroid dan banyak dari mereka yang hidup sampai 20 tahun, katanya sampai tersenyum lebar dan lepas. Sudahlah, jangan takut, you'll be fine, sekarang pulihkan kondisi untuk persiapan ablasi ya, kata dia.

Ok. Baiklah. Aku lalu pulang.


So, aku tanya ke diri sendiri, gimana perasaan loe? Menurut loe?!

Seperti kebanyakan orang, gue gak pernah kebayang bakal kena kanker; entah kanker macam apa kek, atau seberapa jinak pun.

Anyway, since it already got me, I need to toughen up meself. Ya iya lah, like I have a choice.

But, good heavens! Why me?