Thursday, June 24, 2010

Kanker tiroid sekarang, kanker payudara 20 thn kemudian?

Membaca artikel berikut membuat saya terhenyak. Masa iya sih, penderita kanker tiroid yang sudah menjalankan ablasi punya risiko tinggi mengidap kanker payudara di kemudian hari? Tapi, begitulah menurut penelitian yang dilakukan hampir sepuluh tahun lalu itu.

Kalau begitu, saya memang harus rajin tes mamo nih. Pertama kali saya ambil tes mamo, dan sayangnya yang terakhir kali :), adalah 2 atau 3 tahun lalu. Kalau tak salah satu tahun lebih setelah saya menjalani ablasi. Syukurlah hasilnya bersih. Teman2 perempuan, apalagi yang sudah tidak muda lagi, yuk kita rajin2 memeriksakan payudara ke dokter. In the meantime, saya akan cari info penelitan serupa yang lebih baru, siapa tahu temuannya mematahkan hasil penelitian tahun 2001 ini.

Penderita Kanker Tiroid, Cenderung Idap Kanker Payudara

Health News Tue, 31 Jul 2001 08:28:00 WIB

pdpersi, Jakarta - "Bak makan buah simalakama", bagi wanita penderita kanker tiroid, upaya penyembuhan penyakitnya memang sangat penting. Namun di sisi lain, terapi kanker tiroid ini kerap mengundang kanker lain yang tak kalah ganasnya. Kanker payudara!

Menurut Dr Amy Y Chen dan koleganya di University of Texas MD Anderson Cancer Center para wanita yang menjalani perawatan kanker tiroid kemungkinan besar mengalami peningkatan risiko mengidap kanker payudara hingga 20 tahun kemudian.

Walaupun alasannya belum jelas, diduga, salah satu terapi tumor tiroid yaitu perawatan yodium radioaktif (RAI) memberi sumbangsih pada perkembangan kanker payudara.

"Asupan yodium radioaktif, walaupun rendah, mungkin mempengaruhi daya tangkal jaringan payudara pra-menopause dari perkembangan sel kanker," jelas Dr Chen.

Masalahnya, menurut peneliti senior dalam proyek tersebut, Dr Rena Vassilopoulou Sellin, RAI tetap merupakan sebuah terapi penting dan efektif bagi kanker tiroid.

"Kami tidak menyarankan agar terapi ini dihapuskan atau diganti, kami hanya menyarankan agar kemungkinan efek tunda yang digambarkan dalam makalah ini dipertimbangkan. Terutama saat memutuskan bagaimana harus menggunakan RAI dalam rencana perawatan pasien," ujarnya.

Penelitian mereka menyebutkan, wanita yang mengidap kanker tiroid memiliki risiko 18% lebih besar mengidap kanker payudara. Sementara para wanita kulit putih pra-menopause, kemungkinannya 42% lebih besar.

Uniknya, para wanita pengidap kanker payudara ternyata tidak mengalami peningkatan risiko untuk mengidap kanker tiroid. Sementara, para wanita kulit hitam yang mengidap kanker tiroid tidak berisiko mengidap kanker payudara.

Penemuan ini berdasarkan data dari hampir 300 ribu kasus kanker payudara dan lebih dari 23 ribu kasus kanker tiroid yang dilaporkan ke National Cancer Institute's Surveillance, Epidemiology and End Result (SEER), dari tahun 1973 hingga 1994.

Dari kasus-kasus tersebut, 612 wanita mendapat diagnosa kanker tiroid sekaligus kanker payudara. Para peneliti sendiri menyertakan 365 wanita dalam penelitian tersebut.*



Radiografi gigi picu kanker tiroid?

Sinar X pada Gigi Picu Kanker Tiroid
Astrid Puspasari - Liputan6.com 05/06/2010

Liputan6.com, London: Paparan sinar X pada gigi yang dilakukan secara berulang, ternyata dapat meningkatkan risiko kanker tiroid. Menurut penelitian yang dilakukan baru-baru ini, kelenjar tiroid di leher sensitif terhadap radiasi pengion, terutama pada anak-anak. Namun potensi risiko yang ditimbulkan radiografi gigi ini sering diabaikan.

Dalam penelitian yang dilakukan pada 313 pasien kanker, para ilmuwan dari Brighton, Cambridge, dan Kuwait menemukan kemungkinan penyakit kanker meningkat seiring dengan seringnya gigi yang terkena sinar-X. Mereka menyimpulkan, pemaparan sinar X pada gigi hanya boleh diresepkan untuk memenuhi kebutuhan klinis tertentu, dan bukan merupakan bagian dari suatu check up rutin. Dr. Memon--ketua penelitian--juga menyarankan dosis rendah sinar X pada orang dewasa mungkin yang mungkin dapat membantu. Selain dapat meningkatkan risiko kanker tiroid, sinar X pada gigi juga dapat memicu risiko tumor otak dan kelenjar ludah.(Telegraph/ARI)

Thursday, March 18, 2010

Risiko terpapar radiaktif dari pasien paska I-131

Sebuah artikel di USA Today edisi hari ini mengingatkan rumah sakit, pasien kanker tiroid dan keluarga mereka terhadap risiko terpapar radioaktif dari pasien yang baru saja menjalani proses radiasi iodine (I-131 atau ablasi).

Saya jadi ingat, petugas kedokteran nuklir di RS tempat saya menjalani perawatan memang meminta saya membaca aturan berkenaan proses interaksi dengan keluarga dan masyarakat umum selepas ablasi.

Aturan itu mengatakan RS baru akan memulangkan saya (dari ruang isolasi tempat radiasi) bila kadar iodine aktif di tubuh saya sudah turun menyentuh batas aman. Saya lupa berapa tepatnya, kalau tidak salah saya sudah membahas ini di posting terdahulu. Saya baru dipulangkan pada hari ke 5 atau 6, kalau tak salah ingat.

Ketika tiba di rumah, saya menempati kamar yg berjauhan dengan kamar2 tidur lain, tidak bergabung dengan keluarga, apalagi menemui anak (yg ketika itu baru berusia 1.5thn). Kami berkomunikasi dengan hp. Kalaupun hendak bertatap muka (itu juga hanya dengan orang dewasa), harus dari jarak minimal 3-4 meter. Tadinya sih mau sewa kamar hotel atau kos, tapi sayang uang :) Alhasil, aku seperti musuhan aja dengan anggota keluarga lain, karena aku hanya keluar kamar (utk ke toilet atau ruang makan) jika mereka sedang berada di kamar masing2 heheh... Baru berani dekat2 dengan yg lain setelah satu setengah minggu.

Jadi, rekan2 yg hendak menjalani ablasi sebaiknya memberitahu keluarga tentang aturan2 interaksi fisik selepas dari RS untuk menghindari risiko terpapar radiasi dan juga menghindari kesalahpahaman.

Monday, February 15, 2010

Pestisida Sebabkan Gangguan Tiroid - detikHealth

Pestisida Sebabkan Gangguan Tiroid
Vera Farah Bararah - detikHealth 15/02/2010

Omaha - Bahan-bahan kimia kembali menjadi penyebab gangguan kesehatan. Perempuan yang sering terkena paparan pestisida rawan terkena gangguan tiroid, yakni hormon yang mengatur keseimbangan dengan hormon lainnya.

Hormon tiroid banyak terdapat di leher. Gangguan ini kadang tidak berasa tapi ada juga yang mengalami tanda nyeri leher atau benjolan bengkak.

Gangguan tiroid menyebabkan kesulitan menelan, kelelahan, demam dan serak. Jika gejalanya terlalu banyak hormon tiroid (hipertiroidisme) dapat membuat diare, gugup, berkeringat, tremor, berat badan menurun. Sebaliknya, jika gejala terlalu sedikit hormon tiroid (hipotiroidisme) akan membuat tidak tahan dingin, sembelit, kelelahan.

Dr Whitney S. Goldner dan rekannya dari University of Nebraska Medical Center di Omaha melaporkan bahwa masalah kelenjar tiroid lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.

Peneliti menemukan banyaknya bukti mengenai hubungan antara pestisida dan gangguan tiroid. Selengkapnya ada di http://health.detik.com/read/2010/02/15/111009/1299588/763/pestisida-sebabkan-gangguan-tiroid Atau artikel aslinya di http://www.reuters.com/article/idUSTRE61B54U20100212

HHmmmm.... Kalo dengar kata 'pestisida' aku teringat 'pembasmi hama tanaman'. Seingatku, aku sangat jarang terpapar pembasmi hama tanaman. Kecuali, jika yang dimaksud dengan 'pestisida' yang diteliti pada penelitian di Uni Nebraska itu juga meliputi 'pembasmi nyamuk'. Keluarga kami memang tidak bisa hidup tanpa Baygon, Hit, Morten dan teman2nya itu. Tidak jelas di dalam artikel ini apakah pembasmi nyamuk, kecoa dan tikus yang dipakai di perumahan juga termasuk agen yang mempengaruhi fungsi dan kerja hormon tiroid. Mari kita cari tahu...

Tuesday, February 02, 2010

Tes T3 T4 TSH Tg

Belum terlalu terlambat dong ya untuk ngucapin Met Tahun Baru! Moga tetap sehat dan happy.

Yak, seperti biasa awal tahun pertanda saya harus melakukan tes darah untuk mengetahui kadar T3, T4, TSH dan Thyroglobulin. Sesudah puasa Thyrax selama sebulan penuh, beberapa hari lalu saya ke lab dan hasilnya rampung hari ini.

Pasti ada yg bertanya, kenapa harus puasa Thyrax (or any other brand of your thyroid hormone supplement) selama sebulan sih? Menurut dokter di departemen kedokteran nuklir RSPP, untuk pasien dengan kondisi seperti saya--post surgery and ablation--hasil tes kadar hormon akan lebih akurat bila saya tidak minum Thyrax setidaknya selama 2 minggu penuh. Lebih baik lagi jika sampai 3-4 minggu. Walaupun, dokter bedah yang menangangi saya mengatakan 2 minggu cukup lah.

OK, bagaimana hasil tesnya? T3 0.39 (nilai normal 0.58-1.59) T4 3.18 (5.10-14.10) TSH 148.70 (0.27-4.20) Thyroglobulin 0.49 (1.40-78.00)

Nilai normal yg digunakan di RS tempat saya melakukan tes kali ini (Eka Hospital) berbeda dengan nilai normal yang digunakan di RS tempat saya biasanya melakukan tes semacam ini.

Tetapi, perbedaan nilai normal yang digunakan tidak berpengaruh thd hasil tes saya.

Kok sok tahu amat ya? Gak juga sih. Saya berkesimpulan demikian karena melihat tren tinggi rendah dari masih2 jenis yang diperiksa tahun lalu dan tahun ini sama. Dan, karena sudah lima tahun menjalankan tes tersebut, dan mendengarkan 'bacaan' hasil oleh dokterku, ya lama2 bisa lah ambil kesimpulan sendiri.

Nah, apakah lantas tidak perlu lagi berkunjung ke dokter? errr... Ini yang saya masih belum pastikan. Saya pikir, dengan hasil yang sama dengan tahun lalu, dokter paling akan bilang "Ok, good. Gak usah khawatir. Kembali minum pilnya sesuai dosis kemarin ya. Sampai jumpa enam bulan lagi." :D

Kalau komentarnya sami mawon dengan enam bulan lalu, lah ya mending tak usah ke dokter. Toh Thyrax bisa dibeli tanpa resep. Paling rugi karena tes hormon kemarin itu gak dicover asuransi karena tidak ada pengantar dan diagnosa lanjut dari dokter. (lumayan mahal hiks hiks 900an ribu, tes Tg yg bikin mahal)

Hal lain, saya sebetulnya ingin mencari dokter lain. Bukan karena dokterku di RSPP sekarang kurang bagus. He's a damn good surgeon, and I owed my life to him! Hanya saja lokasi rumah sekarang jadi jauh dari RS favoritku itu. Dan, aku khawatir bentar lagi pak dokter pensiun.

Sedangkang sekarang aku punya RS favorit baru yang letaknya cuma less than 10 minutes from home, dan ada dokter endokrin (yg semoga belum dekat masa pensiun). It's a matter of convenience aja.

Sayangnya di Eka gak ada departemen kedokteran nuklir. Jadi, kalau suatu waktu dokter di sini minta aku scan thyroid, yah mau tak mau balik ke RSPP. Karena cuma RSPP yang punya departemen kedokteran nuklir, ya setidaknya di kawasan Jaksel dan seputarnya lah.

FYI (selagi ingat), Paviliun Kartika RSPAD baru saja membuka klinik tiroid. Atau sudah dari dulu ya? Ya pokoke aku baru lihat brosurnya bulan lalu. Klinik ini melayani ablasi juga. Jadi sekarang lebih banyak pilihan.

Kembali ke pertanyaan semula. Perlu gak aku konsul ke dokter langganan kalau sudah tahu hasil tes? Agak malas sih. Mungkin nanti menjelang akhir tahun saja aku main ke RSPP, sekalian minta whole body, or just neck, scan. Kan Oktober nanti pas lima tahun setelah diagnosa.

Wahh... Berarti Oktober nanti habis dong masa grace period-ku. Dokterku bilang, lima tahun pertama yang dilewati pasien kanker (semua atawa tiroid ajah ya?) setelah mendapat diagnosa dan diberikan treatments (surgery & ablation) disebut grace period. Jika sel kanker tidak menunjukkan gejala aktif selama lima tahun ini, maka biasanya (yang ini berlaku untuk pasien kanker tiroid yang sudah di operasi dan ablasi macam saya) kecil kemungkinan sel kanker akan tumbuh atau berkembang lagi.

Ok, now I have something to look forward to in October.